Sabtu, 04 Agustus 2012

Rekam Memori


28 Desember 2010 (rekam memori)

Bayangannya masih ada. Masih singgah kadang kala. Sekilas senyumnya tergambar tepat di pelupuk mata. Aku memahami setiap inci gerak tubuhnya. Aku mengenal setiap jengkal bahasanya. Aku mengerti tutur katanya. Aku tahu maksud hatinya. Aku pernah bermain, berenang-renang di sana. SMP Negeri 1 ******** , hari Minggu, bulan Februari. Jeansku hitam tersayang, kaus putih, rambut digelung berantakan, latihan dance di ruang jam ke-0 dulu. Berlari aku, HP pemberian kakak, ke gerbang, dekat pos satpam. Duduk, berdiri, tak bisa diam. Aku berjalan, mengawasi setiap pengendara motor yang lewat. Kupikir itu, helm hitam, masker hitam, motor besar biru. Klop. Pas.
Sesaat saja. Kemudian, selesai.
Bakso tenda, bakso aneh, yang baru kuketahui belakangan memang bakso itu ada apa-apanya.
Ayam goreng tepung, hiasan tempat pensil mawar merah, berbentuk hati. Diberikan dari bawah meja. Aku yang berseragam pramuka.
Buah rambutan. Di rumah. Pura-pura berkunjung. menengok kakak. Senyum tersipu. Mendustai debu-debu. Rambutku potongan baru. Sasak segi.
Coklat, mawar segar, depan sekolah.
Coklat, seragam pramuka, warnet, di sebelah monumen, depan taman *******. Tertangkap mata adik-adik kelas.
Pulau Dewata, Bali. Ada yang aneh. Sedikit perasaan was-was, tapi bahagia.
Telomoyo. Empat sekawan. Pemandangan indah. Sepulang berenang. Jaket nuno's biru donker. Jeans hitam kesayanganku lagi. tas ransel penuh pin. Rambut baru yang berurai acak-acakan. Foto.
Gladiool. berenang. Malu. Dia pulang lebih dulu, setelah memasukkan dengan paksa, bantal cinta warna merah muda. Boneka pemberian pertama. Norak, tapi berkesan. Setangkai mawar merah segar. Kusambut dengan hati berbunga-bunga. Pulang dengan tas gendut. Tertawa kecil dalam bus mini.
Diam-diam. Lari pagi. Alun-alun kota. Hanya alibi. Memori di kota ini.
Sawah hijau berpadi. Baju warna-warni. Tabrak sana-sini. Senyuman merekah, berfoto.
*** Radio.
Rumah Makan **** ******. Mobil putih.
Sisir tanduk.
Kaliurang, motor jelek.
Kaliurang, motor besar. Kado tiga buah buku. Berbungkus putih bunga-bunga. Indah.
Pramuka, motor, Panca Arga, nyasar, tidak tahu jalan. Asal.
Tangan. Malam-malam. Pagi-pagi. Siang-siang. Baju ungu. Baju hitam.
Rumah. Kamar. Sakit. Sakit. Sakit. Jemput. Mobil baru. Nasmoco.
Motor, pundak, tangan. Tangan. Tangan.
Yogyakarta, Bandara.
Nikahan, kado sarimbitan. Sepatu kuning.
Baju hijau. Keluaarga. Foto bersama. Nenek.
Mangga. Jalan pulang. Berjalan kaki terus ke Selatan. Angkutan kota. Kami makan mangga, di tepi jalan raya.
Warung depan. Toko Seneng Makmur namanya. Motor kuning. Mbak jamu. Diam-diam.
Kapal. Kamar. Sendirian. Jaket kulit. Cincin, kalung merah, dompet monyet putih.
Radio. Datang dengan kejutan. Boneka beruang lucu di tangan. Dimasukkan dengan paksa. Dalam tas ransel yang sama.
Boneka kelinci merah muda. Dititipkan.
Mawar putih di sebelah lemari. Kejutan lagi.
Sebuket mawar merah. Indah merekah. Hidup ini dulu penuh kejutan.
Makan Bersama, minum bersama, mencuci bersama.
Gertakan amarahnya begitu berkesan. Pada para lelaki tak bertata krama, menggodaku yang berseragam pramuka (lagi-lagi).
Orangn tua. Keluarga. Cukup. Cukup. Cukup!
Parfum, G***** biru. Parfumku C kuning, C merah muda. Beraroma menguap di udara. Sebentar saja.
Ulang tahun. Coklat. Alas sujud. Kotak merah muda berpita. Hidupku dulu, penuh merah muda. Sudah cukup! Cukup! Tutup!
Gunting kuku. Gantungan kunci. Lonceng. Oleh-oleh. Cukup!
Hancur. Hancur. Luluh. Runtuh.
Semoga dia bahagia. Semoga kau berbahagia. Maafkan aku yang harus mengenalkan diri padamu. Memberi luka.
Selamat, kau telah temukan dia. Maafkan aku.
Sekar langit, usai sudah menghanyutkan kisahku.



3 Januari 2011

Aku pikir aku tidak peduli lagi
Aku pikir aku tak apa-apa
Aku pikir aku tidak memikirkannya
Kupikir aku baik-baik saja
Ternyata aku berurai air mata